Selasa, 23 September 2014

Dua Matahari Itu Telah Pergi



 Dua Matahari itu Telah Pergi

Mentari terlihat masih merunduk malu, mungkin masih terlalu pagi ia keluar dari peraduannya. Ah, masih jam berapa ini. Masih terlalu pagi untuk bangun, tapi suara nenek memanggil-manggil dari dapur. Masih saja seperti dulu, nenek tak pernah berubah. Meskipun umurnya yang sudah lanjut, wajahnya masih tampak segar merona. Satu yang ku rindu dari nenek, yakni kesabaran. Ya, dengan kesabaran, ia mengajarkanku arti sebuah kehidupan.
“Fir, kamu nggak sekolah? Ayo cepetan bangun! Sudah jam berapa ini?,” suara nenek membangunkanku.
Ya, nek. Bentar,” jawabku sambil mengucek mata.
Hidupku adalah bagian yang terpisahkan dari nenekku. Mengapa? Nenekku menjadi salah satu penyemangat dalam hidupku. Lewat ia aku mengerti dan memahami sebuah kehidupan. Mungkin cerita ini adalah bagian masa lalu. Tapi, inilah ceritaku yang masih terukir manis dalam ingatanku hingga saat ini.
Mau ku kasih tahu ceritanya, sob? Eh, tapi sebelumnya akan ku kasih tahu kisah nenekku yang sangat inspiratif. So, jangan kemana-mana dulu ya, baca ceritanya. Mungkin bisa buat inspirasi dan teladan buat kamu. Kalau ente semua punya nenek, mungkin ada kisah menarik yang ente punya. Tapi, mungkin jarang yang dituliskan dalam sebuah tulisan. Betul nggak? Tapi kali ini aku akan menuliskannya menjadi sebuah kisah yang luar biasa. 
Gini ceritanya. Nenekku adalah tipe perempuan yang cekatan, sabar dan nggak ada duanya deh di dunia ini. Dari dia ku banyak belajar arti kehidupan. Berkat kesabarannya, kakek yang terlihat garang sekali pun terpikat oleh nenek. Hebat banget nggak tuh. Hehehe.
Kira-kira ketika ku masih kecil, masih belum tahu apa-apa. Ketika ku masih di sekolah, ada berita duka dari kelurgaku. Tapi, ku masih belum tahu siapa yang meninggal. Ketika ku diajak pulang, ternyata di rumah sudah banyak orang yang melayat. Dan begitu kagetnya aku bahwa yang meninggal adalah nenek.
Kesedihan pun bergemuruh menjalar dalam pikiranku. Aku tak menyangka nenek meninggalkanku secepat ini. Sebenarnya  masih banyak yang ingin ku sampaikan padanya.
Mungkin Allah mempunyai takdir lain dan biarlah rencana-Nya berjalan. Saat itu, pikiranku kalut. Ibuku masih tak percaya akan kehilangan nenek. Bahkan Budhe-ku juga menangis hingga tak sadarkan diri. Aku tak kuasa melihatnya waktu itu.
***
Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai melupakan masa-masa duka itu. Memang semau makhluk ciptaan-Nya pasti akan berpulang kepada-Nya, termasuk nenekku. “Aku harus sabar dan tabah menerimanya,” hiburku dalam hati.
Sementara kakek mencoba tetap sabar dan tabah sepeninggal nenek. Ia harus sendiri melanjutkan kehidupannya, dan aku sekarang yang menemaninya. Kakek sering tidur denganku, ia sendirian dan kesepian. Maka, ku pun yang menemaninya di kesendiriannya.
Kalau kamu mengalami demikian, tentu pasti sedih dan tak enak bukan? Apalagi sendiri dan tak ada yang menhiibur dan diajak bercanda dan curhat. Bener nggak?
Tapi, ku salut pada kakek. Ia terlihat tabah menerima cobaannya, dan aku berguru kesabaran padanya. Pernah kakek berpesan padaku untuk mencari ilmu. Karena ilmu adalah kunci untuk meraih kebahagiaan. Ilmu akan membawa kebahagiaan yang abadi. Di dunia hinga kau nanti di akhirat,” katanya.
Bahkan kakek juga akan membelikan buku untukku, bila ku nanti bisa mendapatkan juara kelas. Ya, itu janji kakek padaku. Aku pun bersemangat untuk mendapatkan reward dari kakek.
Ia pun tiap hari harus menjalani kehidupan seperti biasa, sebelum nenek meninggalkannya, ia harus mengurusi bebek-bebeknya yang semakin banyak dan kadang tetangga banyak yang membeli telur kepada kakek.
Walaupun umurnya yang sudah tua, kakek masih kuat dan bersemangat. Kebun salak yang tumbuh di belakang rumah masih tetap berbuah dan kadang kakek jual ke sekolah. Tak hanya itu, kakek juga punya hewan ternak, kambing. Sungguh luar biasa, ku bangga punya kakek yang luar biasa sepertinya.
“Le, nanti kalau kambing kakek sudah beranak. Kamu ku beri satu ya,.. Biar kamu bisa memeliharanya. Biar kamu punya rasa tanggung jawab dan sayang kepada bintang,” kata kakek padaku.
“Ya, kek. Semoga kambing-kambingnya nanti bisa beranak banyak dan bisa dijual mahal,” jawabku mengiyakan.
***
Kalau ku harus berangkat ke sekolah, kakek masih terlihat asyik dengan hewan ternaknya, sering kali bebek-bebeknya ia keluarkan dan dibawa ke sungai untuk mandi. Pengalaman menyenangkan bisa bermain dengan bebek, apalagi saat menunggu bebek bermabndi ria. Biasanya kakek mengajakku mencari keong atau siput untuk makan bebek. Itulah kenangan yang tak akan terlupa.
Memang kakek sosok terbaik yang mengajarkanku untuk memaknai sebuah kehidupan. Ia kadang juga bercerita kepadaku mengenai Ibu dan anak-anaknya. Waktu sebelum tidur kakek berkisah cerita masa dulu yang ku belum tahu. Hingga ku pun terlelap tidur dan ia pun menyusulku tidur.
***
Malam ini Budhe-ku dari Surabaya datang ke ruamahku untuk menjenguk kakek. Karena kakek terkena penyakit darah tinggi dan kakinya tak bisa digerakkan. Ketika ia memasukkan kambing ke kandangnya, ia diseruduk dan tersungkur ke tanah. Itulah penyebab kakek tak bisa berjala lagi hingga saat ini.
Dan Ibu-lah yang harus merawat kakek sehari-hari, memandikannya, menyuapi makan dan mengantarkan ke WC. Sungguh ku kasihan pada kakek, ia merasa tak tahan dengan peenyakitnya. Aku juga kasihan pada Ibu yang kini harus kerja ekstra untuk merawat kakek. Tapi, Ibu tetap sabar menjalaninya, meski harus merasakan capek.
Kakek malam ini sangat senang sekali, ia bisa melihat anaknya datang menjenguk ke rumahnya. Senyum bahagia memancar dan menyungging di bibirnya. Kakek terlihat bahagia malam ini. Seperti malam-malam sebelumnya, aku sering menemani tidur kakek. Ia  sering menyuruhku di sampingnya untuk menemaninya.
Pada waktu bangun tidur, biasanya kakek yang terlebih dahulu membangunkanku. Tapi kenapa kali ini ia tak membangunkanku. Ada yang aneh pada kakek. Tapi, mungkin kakek masih perlu istirahat, pikirku.
Aku un berinisiatif membangunkan kakek. Ia pun tak bergeming sedikit pun. Aneh. Tidak biasanya kakek seperti ini. Aku mencoba meamnggil Ibu.
“Buk, coba kesini bentar,” panggilku kepada Ibu.
“Ada apa, Le?,” Ibu penasaran.
“Bentar, Buk. Kakek ku bangunkan kok nggak bangun-bangun ya?,” rasa penasaran pun menjalar dalam benakku.
Ibu pun mencoba membangunkan kakek. Tapi, nihil. Kakek tak bangun. Aku pun mulai curiga dan berpikir tidak-tidak. Apa kakek meninggal?. Ah, tak mungkin,” batinku.
Setelah beberapa kali dibangunkan, kakek tak bangun. Ibu pun mulai meraba hidunng kakek dan meletakkan jari-jari tangannya. Alhasil, betapa terkejutnya aku bahwa kata Ibu ternyata kakek telah berpulang ke rahmatullah. Meninggalkanku. Meninggalkan Ibu dan Bapak. Kakek, mengapa kau begitu cepat meninggalkanku? Ku masih ingin berada di sampingmu. Menemanimu. Mendengarkan ceritamu yang indah dan membawa bebek-bebek mandi di sungai.
Tapi kini kau sudah di alam yang berbeda, bertemu dengan nenek. Semoga kalian berdua berada di tempat yang indah di sisi-Nya, dalam dekapan naungan dan penjagaan-Nya.
***
Pagi-pagi sekali jenazah kakek dimandikan dan disholatkan lalu dikebumikan. Sebelum jenazah diberangkatkan, ada janji kakek yang belum terlaksana. Membelikanku buku baru. Agar aku mencintai ilmu, agar aku terus belajar dan menjadi juara kelas. Ya, berkat kakek aku bersemangat mencari ilmu. Hingga kapan pun namamu dan ceritamu akan menjadi bait-nbait syahdu menemani perjalanan cerita hidupku. Sampai ku menemukan arti kehidupan, meneladani sifat dan semangat membara dalam dirimu.
Sampai jumpa, kakek. Semoga kau tenang di alam sana. Dirimu bisa bertemu nenek. Menjalin kebahagiaan dan memadu kesetiaan cinta yang diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang terus berusaha dan berdoa. Darimu aku cecap sebuah hakikat kehidupan, bahwa hidup adalah ladang perjuangan dan kepada-Nya-lah kita akan dikembalikan dan untuk-Nya-lah kita diciptakan. Menjadi manusia dan kahlifah-Nya, untuk berbuat kebaikan dan terus beribadah kepada-Nya. Bukankah Dia menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya? Memaknai hakikat kehidupan yang fana dan menjemput negeri akhirat yang kekal dan pasti kita kesana kelak.
Kini dua matahari itu telah pergi. Meninggalkanku. Meninggalkan kenangan yang masih ku simpan rapi dalam memoriku. Masih melekat dalam hatiku. Kalian berdua adalah matahariku yang memberiku nyala semangat yang akan ku bawa hingga menempu kebahagiaanku kelak. Suatu saat akan ku ceritakan kisah ini pada anak-anakku, sahabat, teman dan orang yang membaca kisah ini, agar dapat diamabil hikmah dan manfaatnya. Sebagai bahan intropeksi dan bekal untuk mengarungi bahtera kehidupan, bahwa hidup adalah proses untuk menjadi pribadi lebih baik dan terus lebih baik.
Tamat.