Dua Matahari itu Telah Pergi
Mentari terlihat masih merunduk malu, mungkin masih terlalu pagi ia
keluar dari peraduannya. Ah, masih jam berapa ini. Masih terlalu pagi untuk
bangun, tapi suara nenek memanggil-manggil dari dapur. Masih saja seperti dulu,
nenek tak pernah berubah. Meskipun umurnya yang sudah lanjut, wajahnya masih
tampak segar merona. Satu yang ku rindu dari nenek, yakni kesabaran. Ya, dengan
kesabaran, ia mengajarkanku arti sebuah kehidupan.
“Fir, kamu nggak sekolah? Ayo cepetan bangun! Sudah jam berapa
ini?,” suara nenek membangunkanku.
Ya, nek. Bentar,” jawabku sambil mengucek mata.
Hidupku adalah bagian yang terpisahkan dari nenekku. Mengapa?
Nenekku menjadi salah satu penyemangat dalam hidupku. Lewat ia aku mengerti dan
memahami sebuah kehidupan. Mungkin cerita ini adalah bagian masa lalu. Tapi,
inilah ceritaku yang masih terukir manis dalam ingatanku hingga saat ini.
Mau ku kasih tahu ceritanya, sob? Eh, tapi sebelumnya akan ku kasih
tahu kisah nenekku yang sangat inspiratif. So, jangan kemana-mana dulu ya, baca
ceritanya. Mungkin bisa buat inspirasi dan teladan buat kamu. Kalau ente
semua punya nenek, mungkin ada kisah menarik yang ente punya. Tapi,
mungkin jarang yang dituliskan dalam sebuah tulisan. Betul nggak? Tapi kali ini
aku akan menuliskannya menjadi sebuah kisah yang luar biasa.
Gini ceritanya. Nenekku adalah tipe perempuan yang cekatan, sabar
dan nggak ada duanya deh di dunia ini. Dari dia ku banyak belajar arti
kehidupan. Berkat kesabarannya, kakek yang terlihat garang sekali pun terpikat
oleh nenek. Hebat banget nggak tuh. Hehehe.
Kira-kira ketika ku masih kecil, masih belum tahu apa-apa. Ketika
ku masih di sekolah, ada berita duka dari kelurgaku. Tapi, ku masih belum tahu
siapa yang meninggal. Ketika ku diajak pulang, ternyata di rumah sudah banyak
orang yang melayat. Dan begitu kagetnya aku bahwa yang meninggal adalah nenek.
Kesedihan pun bergemuruh menjalar dalam pikiranku. Aku tak menyangka
nenek meninggalkanku secepat ini. Sebenarnya
masih banyak yang ingin ku sampaikan padanya.
Mungkin Allah mempunyai takdir lain dan biarlah rencana-Nya
berjalan. Saat itu, pikiranku kalut. Ibuku masih tak percaya akan kehilangan
nenek. Bahkan Budhe-ku juga menangis hingga tak sadarkan diri. Aku tak kuasa
melihatnya waktu itu.
***
Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai melupakan masa-masa duka
itu. Memang semau makhluk ciptaan-Nya pasti akan berpulang kepada-Nya, termasuk
nenekku. “Aku harus sabar dan tabah menerimanya,” hiburku dalam hati.
Sementara kakek mencoba tetap sabar dan tabah sepeninggal nenek. Ia
harus sendiri melanjutkan kehidupannya, dan aku sekarang yang menemaninya.
Kakek sering tidur denganku, ia sendirian dan kesepian. Maka, ku pun yang
menemaninya di kesendiriannya.
Kalau kamu mengalami demikian, tentu pasti sedih dan tak enak
bukan? Apalagi sendiri dan tak ada yang menhiibur dan diajak bercanda dan
curhat. Bener nggak?
Tapi, ku salut pada kakek. Ia terlihat tabah menerima cobaannya,
dan aku berguru kesabaran padanya. Pernah kakek berpesan padaku untuk mencari
ilmu. Karena ilmu adalah kunci untuk meraih kebahagiaan. Ilmu akan membawa
kebahagiaan yang abadi. Di dunia hinga kau nanti di akhirat,” katanya.
Bahkan kakek juga akan membelikan buku untukku, bila ku nanti bisa
mendapatkan juara kelas. Ya, itu janji kakek padaku. Aku pun bersemangat untuk
mendapatkan reward dari kakek.
Ia pun tiap hari harus menjalani kehidupan seperti biasa, sebelum
nenek meninggalkannya, ia harus mengurusi bebek-bebeknya yang semakin banyak
dan kadang tetangga banyak yang membeli telur kepada kakek.
Walaupun umurnya yang sudah tua, kakek masih kuat dan bersemangat.
Kebun salak yang tumbuh di belakang rumah masih tetap berbuah dan kadang kakek
jual ke sekolah. Tak hanya itu, kakek juga punya hewan ternak, kambing. Sungguh
luar biasa, ku bangga punya kakek yang luar biasa sepertinya.
“Le, nanti kalau kambing kakek sudah beranak. Kamu ku beri satu ya,..
Biar kamu bisa memeliharanya. Biar kamu punya rasa tanggung jawab dan sayang
kepada bintang,” kata kakek padaku.
“Ya, kek. Semoga kambing-kambingnya nanti bisa beranak banyak dan
bisa dijual mahal,” jawabku mengiyakan.
***
Kalau ku harus berangkat ke sekolah, kakek masih terlihat asyik
dengan hewan ternaknya, sering kali bebek-bebeknya ia keluarkan dan dibawa ke
sungai untuk mandi. Pengalaman menyenangkan bisa bermain dengan bebek, apalagi
saat menunggu bebek bermabndi ria. Biasanya kakek mengajakku mencari keong atau
siput untuk makan bebek. Itulah kenangan yang tak akan terlupa.
Memang kakek sosok terbaik yang mengajarkanku untuk memaknai sebuah
kehidupan. Ia kadang juga bercerita kepadaku mengenai Ibu dan anak-anaknya.
Waktu sebelum tidur kakek berkisah cerita masa dulu yang ku belum tahu. Hingga
ku pun terlelap tidur dan ia pun menyusulku tidur.
***
Malam ini Budhe-ku dari Surabaya datang ke ruamahku untuk menjenguk
kakek. Karena kakek terkena penyakit darah tinggi dan kakinya tak bisa
digerakkan. Ketika ia memasukkan kambing ke kandangnya, ia diseruduk dan
tersungkur ke tanah. Itulah penyebab kakek tak bisa berjala lagi hingga saat
ini.
Dan Ibu-lah yang harus merawat kakek sehari-hari, memandikannya,
menyuapi makan dan mengantarkan ke WC. Sungguh ku kasihan pada kakek, ia merasa
tak tahan dengan peenyakitnya. Aku juga kasihan pada Ibu yang kini harus kerja
ekstra untuk merawat kakek. Tapi, Ibu tetap sabar menjalaninya, meski harus
merasakan capek.
Kakek malam ini sangat senang sekali, ia bisa melihat anaknya
datang menjenguk ke rumahnya. Senyum bahagia memancar dan menyungging di
bibirnya. Kakek terlihat bahagia malam ini. Seperti malam-malam sebelumnya, aku
sering menemani tidur kakek. Ia sering
menyuruhku di sampingnya untuk menemaninya.
Pada waktu bangun tidur, biasanya kakek yang terlebih dahulu
membangunkanku. Tapi kenapa kali ini ia tak membangunkanku. Ada yang aneh pada
kakek. Tapi, mungkin kakek masih perlu istirahat, pikirku.
Aku un berinisiatif membangunkan kakek. Ia pun tak bergeming sedikit
pun. Aneh. Tidak biasanya kakek seperti ini. Aku mencoba meamnggil Ibu.
“Buk, coba kesini bentar,” panggilku kepada Ibu.
“Ada apa, Le?,” Ibu penasaran.
“Bentar, Buk. Kakek ku bangunkan kok nggak bangun-bangun ya?,” rasa
penasaran pun menjalar dalam benakku.
Ibu pun mencoba membangunkan kakek. Tapi, nihil. Kakek tak bangun.
Aku pun mulai curiga dan berpikir tidak-tidak. Apa kakek meninggal?. Ah, tak
mungkin,” batinku.
Setelah beberapa kali dibangunkan, kakek tak bangun. Ibu pun mulai
meraba hidunng kakek dan meletakkan jari-jari tangannya. Alhasil, betapa
terkejutnya aku bahwa kata Ibu ternyata kakek telah berpulang ke rahmatullah.
Meninggalkanku. Meninggalkan Ibu dan Bapak. Kakek, mengapa kau begitu cepat
meninggalkanku? Ku masih ingin berada di sampingmu. Menemanimu. Mendengarkan
ceritamu yang indah dan membawa bebek-bebek mandi di sungai.
Tapi kini kau sudah di alam yang berbeda, bertemu dengan nenek.
Semoga kalian berdua berada di tempat yang indah di sisi-Nya, dalam dekapan
naungan dan penjagaan-Nya.
***
Pagi-pagi sekali jenazah kakek dimandikan dan disholatkan lalu
dikebumikan. Sebelum jenazah diberangkatkan, ada janji kakek yang belum
terlaksana. Membelikanku buku baru. Agar aku mencintai ilmu, agar aku terus
belajar dan menjadi juara kelas. Ya, berkat kakek aku bersemangat mencari ilmu.
Hingga kapan pun namamu dan ceritamu akan menjadi bait-nbait syahdu menemani
perjalanan cerita hidupku. Sampai ku menemukan arti kehidupan, meneladani sifat
dan semangat membara dalam dirimu.
Sampai jumpa, kakek. Semoga kau tenang di alam sana. Dirimu bisa
bertemu nenek. Menjalin kebahagiaan dan memadu kesetiaan cinta yang
diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang terus berusaha dan berdoa. Darimu aku
cecap sebuah hakikat kehidupan, bahwa hidup adalah ladang perjuangan dan
kepada-Nya-lah kita akan dikembalikan dan untuk-Nya-lah kita diciptakan.
Menjadi manusia dan kahlifah-Nya, untuk berbuat kebaikan dan terus beribadah
kepada-Nya. Bukankah Dia menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya? Memaknai
hakikat kehidupan yang fana dan menjemput negeri akhirat yang kekal dan pasti
kita kesana kelak.
Kini dua matahari itu telah pergi. Meninggalkanku. Meninggalkan
kenangan yang masih ku simpan rapi dalam memoriku. Masih melekat dalam hatiku.
Kalian berdua adalah matahariku yang memberiku nyala semangat yang akan ku bawa
hingga menempu kebahagiaanku kelak. Suatu saat akan ku ceritakan kisah ini pada
anak-anakku, sahabat, teman dan orang yang membaca kisah ini, agar dapat
diamabil hikmah dan manfaatnya. Sebagai bahan intropeksi dan bekal untuk
mengarungi bahtera kehidupan, bahwa hidup adalah proses untuk menjadi pribadi
lebih baik dan terus lebih baik.
Tamat.