Rabu, 24 Desember 2014

Menembus Impian

Menembus Impian
Oleh: Firmanda Taufiq*

“Bila watu sudah tiba semua akan indah pada waktunya. Yakinlah skenario dan rencana Allah akan berbicara melalui bahasa yang indah dan tak terduga. Meskipun kadang terlihat tidak mungkin sejak awal”.

Kata-kata itu mengiang dan tertancap di pikiranku. Entah darimana ku dapat kalimat itu. Tapi bila ku pahami dan ku resapi, memang benar adanya. Ini bermula dari perjalanan kisah perjalananku berjuang mendapatkan beasiswa ke salah satu kampus negeri di kota Malang. Sebenarnya tak pernah terbayang sama sekali bagaimana kota itu dan belum pernah menginjakkan kakiku disana. Pikiranku hanya terbayang, Malang terkenal kota dengan banyak apel dan dingin yang mendekap tubuh, katanya.
Saat duduk di kelas 2 SMA, ketika mimpi-mimpi ini terlahir. Ketika sebuah impian melambung tinggi di langit. Aku bermimpi untuk bisa kuliah di kampus ternama negeri ini. Aku harus bisa kuliah dan harus mendapatkan beasiswa,” pekikku dalam hati.
Berbagai cara ku lakukan, demi misiku mendapatkan beasiswa. Perjuanganku pun tak sia-sia, hingga mengantarkanku ke kota Apel, ya, kota Malang yang terkenal dengan buah apelnya. Disinilah ku melanjutkan perjalanan mimpiku, mengurai masa depanku. Mungkin ini hanya sebuah kisah biasa. Tapi menurutku ini luar biasa. Hal yang penting dalam sejarah hidupku.
Berawal saat teman-temanku sibuk dengan mata pelajaran kelas 2 SMA. Ku sudah merencanakan dan membangun mimpiku untuk bisa kuliah dan mendapatkan beasiswa penuh nanti setelah lulus SMA. Sebenarnya Ibu dan bapak tak berencana mengkuliahkanku, maklum keluarga kami adalah keluarga yang sederhana. Bapak dan Ibu tak sanggup membiayai kuliahku, apalagi biaya kuliah melambung tinggi. Tapi, ku yakin pasti bisa kuliah. Mau jadi apa aku kalau tak kuliah. Kerja pun mungkin hanya kerja di sawah atau di ladang milik orang lain.  Ah, aku tak mau. Aku ingin memperbaiki hidup keluargaku, aku tak mau jadi petani seperti bapak. Aku tak mau jadi kuli. Tapi aku ingin jadi orang besar, orang yang berpengaruh dan bekerja untuk keabadian. Bukankah Pramoedya Ananta Toer pernah berkata dalam tulisannya,” Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
            Dari kecil aku selalu berusaha untuk mencapai keinginan dan prestasi yang ku harapkan. Pernah suatu kali, saat ku kelas 5 SD, ku dan dua temanku mengikuti lomba serdas cermat antar SD se-desaku, desa Sumberagung namanya. Dengan sebuah usaha, perjuangan, kerja keras dan doa. Akhirnya ku dan dua temanku mewakili SD-ku mendapatkan juaranya.
            Juga pernah suatu ketika ku ikut lomba pelajaran antar SD yakni saat ku mengikuti lomba pelajaran Bahasa Indonesia, dan ku memenangkannya. Dalam hal menulis, tulisanku tak terlalu bagus, kata Ibu tulisanku jelek. Kadang ku hanya menjawab santai,” Maklum tulisannnya dokter,..”. Tapi tak apalah, toh tulisanku juga menginspirasi banyak orang,… hehehe.
            Mulai dari SD ku sangat suka baca buku, baik buku-buku pelajaran, baca novel atau buku sastra, buku karya Cak Nun, Slilit Sang Kiai, atau karya-karya Amin Tohari, puisi Chairil Anwar yang monumental dalam sajaknya yang membuatku terkesima dibuatnya dan puisi-puisi Taufiq Ismail yang tertuang dalam kumpulan puisinya “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” juga sudah ku baca. Saat SMP buku yang sering ku baca adalah cerpen dan kumpulan cerita-cerita yang menginspirasi, dan saat SMA ku banyak baca novel yang terkenal, seperti Ketika Cinta Bertasbih mulai yang pertama sampai buku ketiga karya Habiburrahman El-Shirazy, atau novel Laskar Pelangi karya sosok yang ku kagumi, Andrea Hirata. Suatu kali ku dapat motivasi dan inspirasi. Kata-kata yang membuatku terus bersemangat untuk selalu membiasakan membaca. Begini bunyinya: “Membaca adalah nafas hidup dan jembatan emas ke masa depanku.”Dengan penyulut kalimat semanagat itulah aku terus membaca dan membaca. Karena membaca adalah bagian dan proses untuk meraih cita-cita dan masa depanku.
            Lho, kok malah berbicara tentang buku yang pernah ku baca. Ya, ku lanjutkan ceritaku. Sebelum ku mendapatkan cerita inspiratif ini, ku tak menyangka kisah ini akan seperti ini. Pokoknya setelah lulus SMA ku harus melanjutkan kuliah, harus, dan bagaimanapun caranya. Ibu sebenarnya berat hati jika akau harus kuliah, karena Ibu ingin aku kerja atau membantu keluarga. Masalahnya Ibu dan bapak juga tak bisa membiayai kuliahku. Tapi, tekadku sudah bulat, walau badai rintangan menerjang dan batu terjal cobaan apa pun akan ku hadang. Aku pasti bisa.
Berbagai cara harus ku lakukan untuk mendapatkan beasiswa yang ku inginkan, mondar-mandir sana-sini untuk menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan, browsing di internet, tanya ke kakak kelas, alumni ataupun tanya ke guru-guru SMA-ku. Aku bingung kampus mana yang ku tuju, apa jurusan yang pas buatku dan bagaimana hidupku nanti kalau sudah menjalani kuliah, pikiran itu membayangi terus. Tapi, ku yakin dan tersemat dalam hati bahwa rencana dan skenario Allah lebih indah dari pada yang kita bayangkan. Kadang malah kita tak menyangka dan mengira hal yang kita impikan akan terjadi dan nyata.
Hari-hari bagiku serasa lama. Setahun serasa puluhan tahun. Sebulan bagaikan satu tahun lamanya. Seminggu bagai berbulan-bulan. Sehari bagai berminggu-minggu rasanya. Ah, mengapa perasaanku berkecamuk tak menentu. Ya, karena peristiwa besar akan terjadi dalam jejak hidupku. Pengumuman Ujian Nasional disusul pengumuman SNMPTN Undangan akan mendatangiku, akankah memberikan kabar baik atau kabar buruk. Ku pasrahkan semua pada Sang Penggenggam Takdir. Berbekal untaian perjuangan dan usaha, lantunan tawakal dan kidung doa yang ku panjatkan. Kekhawatiran pun mulai berkurang, aku harus optimis. Impianku pasti akan nyata. Tak ada kata memyerah dalam kamus hidupku. Hidup adalah pilihan. Pilihan hari ini akan menentukan masa depan yang akan datang.
Waktu yang dituggu pun datang. Ibu, bapak, aku dan keluargaku berdoa untukku. Jutaan harap dan kecemasan menunggu hasil jerih payahku dan bapak Ibu selama ini. Ujian nasional dan pengumuman lolos atau tidaknya ku ke kampus yang ku inginkan adalah sesuatu yang membuatku khawatir dan berharap-harap cemas. Semoga aku bisa masuk dan diterima di Perguruan Tinggi yang ku harapkan, semoga,” batinku.
 Akhirnya, ternyata Allah menakdirkanku untuk melanjutkan perjalananku mencari ilmu. Ya, aku lulus dan diterima di kampus yang ku inginkan. Aku diterima di kampus negeri di Malang. Sebuah hasil yang membuatku bahagia, tak hanya itu beasiswa pun ku dapatkan. Betapa bahagianya aku. Ibuk pun menitihkan air mata kebahagiaan atas hasil perjuangan ini. Meskipun sebelumnya tak mungkin, tapi sekarang ini terjadi pada diriku. Aku bisa kuliah!!!.
Semoga impian kecilku, dan proses impian besarku akan terwujud. Perjalanan masih terhampar panjang. Masih banyak waktu dan berbagai masalah menunggu di depan mata. Ku harus bisa menembus impian. Menembus batas. Menatap dunia lebih dekat. Menyelami imajinasi mimi-mimpiku dan pikiran yang berfantasi untuk mencapai puncak kesuksesan. Membahagiakan kedua orang tuaku. Karena merekalah semangatku, merekalah pelindung jiwaku, saat relung hati ini terluka, saat mata ini sendu oleh kesedihan. Tapi merekalah adalah pelipur lara yang selalu memberikan kehangatan. Menyejukkan pikiran yang tengah kalut. Impianku adalah impian keluargaku. Bagiku sebuah impian harus diperjuangkan, ia akan menyala terang esok. Akan menerangi perjalananku, mengiringi jejak hidupku. Suatu saat nanti, kisah ini akan menjadi guru terbaik bagi kehidupan, bagi keluargaku, bagi mereka yang tertimpa duka dan putus asa. Karena hidup adalah perjuangan, dan bagiamana kita bisa menjadi pejuang kehidupan, menyelami makna yang tersimpan suci dan tersimbunyi didalamnya. Demi menembus mimpi-mimpi yang akan terwujud nanti bila sudah tiba waktunya.


*Firmanda Taufiq, Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Alamat: Pondok Pesantren Anwarul Huda, Jl. Raya Candi III/ 454, Karang Besuki, Sukun, Malang, Kode Pos: 65146. No HP: 085749359590, Email: firmandataufiq@gmail.com, FB: Firmanda Taufiq, Twitter: @firmandataufiq.

*Tulisan ini masuk dalam nominasi Lomba "Dreams to Be a Hero" yang diadakan oleh Penerbit Diva Press, Yogyakarta pada tahun 2014.

Selasa, 23 September 2014

Dua Matahari Itu Telah Pergi



 Dua Matahari itu Telah Pergi

Mentari terlihat masih merunduk malu, mungkin masih terlalu pagi ia keluar dari peraduannya. Ah, masih jam berapa ini. Masih terlalu pagi untuk bangun, tapi suara nenek memanggil-manggil dari dapur. Masih saja seperti dulu, nenek tak pernah berubah. Meskipun umurnya yang sudah lanjut, wajahnya masih tampak segar merona. Satu yang ku rindu dari nenek, yakni kesabaran. Ya, dengan kesabaran, ia mengajarkanku arti sebuah kehidupan.
“Fir, kamu nggak sekolah? Ayo cepetan bangun! Sudah jam berapa ini?,” suara nenek membangunkanku.
Ya, nek. Bentar,” jawabku sambil mengucek mata.
Hidupku adalah bagian yang terpisahkan dari nenekku. Mengapa? Nenekku menjadi salah satu penyemangat dalam hidupku. Lewat ia aku mengerti dan memahami sebuah kehidupan. Mungkin cerita ini adalah bagian masa lalu. Tapi, inilah ceritaku yang masih terukir manis dalam ingatanku hingga saat ini.
Mau ku kasih tahu ceritanya, sob? Eh, tapi sebelumnya akan ku kasih tahu kisah nenekku yang sangat inspiratif. So, jangan kemana-mana dulu ya, baca ceritanya. Mungkin bisa buat inspirasi dan teladan buat kamu. Kalau ente semua punya nenek, mungkin ada kisah menarik yang ente punya. Tapi, mungkin jarang yang dituliskan dalam sebuah tulisan. Betul nggak? Tapi kali ini aku akan menuliskannya menjadi sebuah kisah yang luar biasa. 
Gini ceritanya. Nenekku adalah tipe perempuan yang cekatan, sabar dan nggak ada duanya deh di dunia ini. Dari dia ku banyak belajar arti kehidupan. Berkat kesabarannya, kakek yang terlihat garang sekali pun terpikat oleh nenek. Hebat banget nggak tuh. Hehehe.
Kira-kira ketika ku masih kecil, masih belum tahu apa-apa. Ketika ku masih di sekolah, ada berita duka dari kelurgaku. Tapi, ku masih belum tahu siapa yang meninggal. Ketika ku diajak pulang, ternyata di rumah sudah banyak orang yang melayat. Dan begitu kagetnya aku bahwa yang meninggal adalah nenek.
Kesedihan pun bergemuruh menjalar dalam pikiranku. Aku tak menyangka nenek meninggalkanku secepat ini. Sebenarnya  masih banyak yang ingin ku sampaikan padanya.
Mungkin Allah mempunyai takdir lain dan biarlah rencana-Nya berjalan. Saat itu, pikiranku kalut. Ibuku masih tak percaya akan kehilangan nenek. Bahkan Budhe-ku juga menangis hingga tak sadarkan diri. Aku tak kuasa melihatnya waktu itu.
***
Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai melupakan masa-masa duka itu. Memang semau makhluk ciptaan-Nya pasti akan berpulang kepada-Nya, termasuk nenekku. “Aku harus sabar dan tabah menerimanya,” hiburku dalam hati.
Sementara kakek mencoba tetap sabar dan tabah sepeninggal nenek. Ia harus sendiri melanjutkan kehidupannya, dan aku sekarang yang menemaninya. Kakek sering tidur denganku, ia sendirian dan kesepian. Maka, ku pun yang menemaninya di kesendiriannya.
Kalau kamu mengalami demikian, tentu pasti sedih dan tak enak bukan? Apalagi sendiri dan tak ada yang menhiibur dan diajak bercanda dan curhat. Bener nggak?
Tapi, ku salut pada kakek. Ia terlihat tabah menerima cobaannya, dan aku berguru kesabaran padanya. Pernah kakek berpesan padaku untuk mencari ilmu. Karena ilmu adalah kunci untuk meraih kebahagiaan. Ilmu akan membawa kebahagiaan yang abadi. Di dunia hinga kau nanti di akhirat,” katanya.
Bahkan kakek juga akan membelikan buku untukku, bila ku nanti bisa mendapatkan juara kelas. Ya, itu janji kakek padaku. Aku pun bersemangat untuk mendapatkan reward dari kakek.
Ia pun tiap hari harus menjalani kehidupan seperti biasa, sebelum nenek meninggalkannya, ia harus mengurusi bebek-bebeknya yang semakin banyak dan kadang tetangga banyak yang membeli telur kepada kakek.
Walaupun umurnya yang sudah tua, kakek masih kuat dan bersemangat. Kebun salak yang tumbuh di belakang rumah masih tetap berbuah dan kadang kakek jual ke sekolah. Tak hanya itu, kakek juga punya hewan ternak, kambing. Sungguh luar biasa, ku bangga punya kakek yang luar biasa sepertinya.
“Le, nanti kalau kambing kakek sudah beranak. Kamu ku beri satu ya,.. Biar kamu bisa memeliharanya. Biar kamu punya rasa tanggung jawab dan sayang kepada bintang,” kata kakek padaku.
“Ya, kek. Semoga kambing-kambingnya nanti bisa beranak banyak dan bisa dijual mahal,” jawabku mengiyakan.
***
Kalau ku harus berangkat ke sekolah, kakek masih terlihat asyik dengan hewan ternaknya, sering kali bebek-bebeknya ia keluarkan dan dibawa ke sungai untuk mandi. Pengalaman menyenangkan bisa bermain dengan bebek, apalagi saat menunggu bebek bermabndi ria. Biasanya kakek mengajakku mencari keong atau siput untuk makan bebek. Itulah kenangan yang tak akan terlupa.
Memang kakek sosok terbaik yang mengajarkanku untuk memaknai sebuah kehidupan. Ia kadang juga bercerita kepadaku mengenai Ibu dan anak-anaknya. Waktu sebelum tidur kakek berkisah cerita masa dulu yang ku belum tahu. Hingga ku pun terlelap tidur dan ia pun menyusulku tidur.
***
Malam ini Budhe-ku dari Surabaya datang ke ruamahku untuk menjenguk kakek. Karena kakek terkena penyakit darah tinggi dan kakinya tak bisa digerakkan. Ketika ia memasukkan kambing ke kandangnya, ia diseruduk dan tersungkur ke tanah. Itulah penyebab kakek tak bisa berjala lagi hingga saat ini.
Dan Ibu-lah yang harus merawat kakek sehari-hari, memandikannya, menyuapi makan dan mengantarkan ke WC. Sungguh ku kasihan pada kakek, ia merasa tak tahan dengan peenyakitnya. Aku juga kasihan pada Ibu yang kini harus kerja ekstra untuk merawat kakek. Tapi, Ibu tetap sabar menjalaninya, meski harus merasakan capek.
Kakek malam ini sangat senang sekali, ia bisa melihat anaknya datang menjenguk ke rumahnya. Senyum bahagia memancar dan menyungging di bibirnya. Kakek terlihat bahagia malam ini. Seperti malam-malam sebelumnya, aku sering menemani tidur kakek. Ia  sering menyuruhku di sampingnya untuk menemaninya.
Pada waktu bangun tidur, biasanya kakek yang terlebih dahulu membangunkanku. Tapi kenapa kali ini ia tak membangunkanku. Ada yang aneh pada kakek. Tapi, mungkin kakek masih perlu istirahat, pikirku.
Aku un berinisiatif membangunkan kakek. Ia pun tak bergeming sedikit pun. Aneh. Tidak biasanya kakek seperti ini. Aku mencoba meamnggil Ibu.
“Buk, coba kesini bentar,” panggilku kepada Ibu.
“Ada apa, Le?,” Ibu penasaran.
“Bentar, Buk. Kakek ku bangunkan kok nggak bangun-bangun ya?,” rasa penasaran pun menjalar dalam benakku.
Ibu pun mencoba membangunkan kakek. Tapi, nihil. Kakek tak bangun. Aku pun mulai curiga dan berpikir tidak-tidak. Apa kakek meninggal?. Ah, tak mungkin,” batinku.
Setelah beberapa kali dibangunkan, kakek tak bangun. Ibu pun mulai meraba hidunng kakek dan meletakkan jari-jari tangannya. Alhasil, betapa terkejutnya aku bahwa kata Ibu ternyata kakek telah berpulang ke rahmatullah. Meninggalkanku. Meninggalkan Ibu dan Bapak. Kakek, mengapa kau begitu cepat meninggalkanku? Ku masih ingin berada di sampingmu. Menemanimu. Mendengarkan ceritamu yang indah dan membawa bebek-bebek mandi di sungai.
Tapi kini kau sudah di alam yang berbeda, bertemu dengan nenek. Semoga kalian berdua berada di tempat yang indah di sisi-Nya, dalam dekapan naungan dan penjagaan-Nya.
***
Pagi-pagi sekali jenazah kakek dimandikan dan disholatkan lalu dikebumikan. Sebelum jenazah diberangkatkan, ada janji kakek yang belum terlaksana. Membelikanku buku baru. Agar aku mencintai ilmu, agar aku terus belajar dan menjadi juara kelas. Ya, berkat kakek aku bersemangat mencari ilmu. Hingga kapan pun namamu dan ceritamu akan menjadi bait-nbait syahdu menemani perjalanan cerita hidupku. Sampai ku menemukan arti kehidupan, meneladani sifat dan semangat membara dalam dirimu.
Sampai jumpa, kakek. Semoga kau tenang di alam sana. Dirimu bisa bertemu nenek. Menjalin kebahagiaan dan memadu kesetiaan cinta yang diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang terus berusaha dan berdoa. Darimu aku cecap sebuah hakikat kehidupan, bahwa hidup adalah ladang perjuangan dan kepada-Nya-lah kita akan dikembalikan dan untuk-Nya-lah kita diciptakan. Menjadi manusia dan kahlifah-Nya, untuk berbuat kebaikan dan terus beribadah kepada-Nya. Bukankah Dia menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya? Memaknai hakikat kehidupan yang fana dan menjemput negeri akhirat yang kekal dan pasti kita kesana kelak.
Kini dua matahari itu telah pergi. Meninggalkanku. Meninggalkan kenangan yang masih ku simpan rapi dalam memoriku. Masih melekat dalam hatiku. Kalian berdua adalah matahariku yang memberiku nyala semangat yang akan ku bawa hingga menempu kebahagiaanku kelak. Suatu saat akan ku ceritakan kisah ini pada anak-anakku, sahabat, teman dan orang yang membaca kisah ini, agar dapat diamabil hikmah dan manfaatnya. Sebagai bahan intropeksi dan bekal untuk mengarungi bahtera kehidupan, bahwa hidup adalah proses untuk menjadi pribadi lebih baik dan terus lebih baik.
Tamat.




Kamis, 13 Maret 2014

Mahasiswa Humaniora "Nyoblos"



                              

           
Tempat Pemungutan Suara (TPS) Fakultas Humaniora terlihat ramai dikerumuni mahasiswa Humaniora. Kemarin, (10/3) dilaksanakan pencoblosan Pemilu Raya (PEMIRA) yang serentak diadakan oleh 6 fakultas di beberapa TPS yang tersebar di kampus ulul albab ini. Pemungutan suara kali ini dilaksanakan mulai pukul. 07.00-14.00 wib yang bertempat di lapangan utama UIN Maliki Malang.
Menurut data KPU-F Humaniora, jumlah pemilih mahasiswa Fakultas Humaniora yang ikut mencoblos tercatat 404 orang dari 1519 mahasiswa Fakultas Humaniora. Tetapi ada juga sebagian mahasiswa yang tidak menggunakan hak pilihnya alias golput. Menurut salah satu mahasiswa BSI, Indah Tri W menyebutkan ia tidak mencoblos alias golput, karena belum pernah sama sekali  mencoblos dan malas mau mencoblos,” tuturnya.
Selanjutnya pukul 16.00 wib, dilaksanakan penghitungan surat suara yang bertempat di Home Theater Fakultas Humaniora. Berdasarkan penghitungan suara, pemilihan ketua DEMA-U dimenangkan Ridho dengan perolehan 337 suara. DEMA-F Humaniora dimenangkan oleh A. Shofi Ubaidillah dengan perolehan 317 suara, sementara Yunal mendapat 73 suara. Sedangkan HMJ BSA dimenangkan oleh A. Mukhlis Ridho dengan perolehan 150 suara, HMJ PBA dimenangkan oleh M. Hasan Abdillah dengan perolehan 114 suara. Sementara HMJ BSI dimenangkan oleh A. Rosyid H.W dengan perolehan 121 suara.
Di tingkat SEMA-U dan SEMA-F, sesuai penghitungan surat suara DEMA-U dimenangkan oleh Eko David S.R dengan perolehan 358 suara dan perolehan suara SEMA-F yakni Afisina Rounaqi B dengan 76 suara, Nanang Ma’ashobirin dengan 111 suara, Mufrotul Faidah dengan 69 suara, R. Fikri Abdillah dengan 70 suara, Dian Suci S dengan 5 suara, Evi Nur Istiqonah dengan 9 suara, A. Yogi Setiawan dengan perolehan 49 suara.
Ketua KPU-F Humaniora, Maharaj Mahdi menuturkan,”Alhamdulillah pemilihan di tingkat Fakultas lancar, mungkin ada sedikit kekeliruan terkait penghitungan surat suara. Tapi, bisa teratasi.” (fir)

Hidup itu Proses


            Life is a way to be a success. Barangkali kalimat ini bisa menerangkan mengenai kehidupan ini. Hidup adalah proses. Ya, karena kalau kita tahu bahwa kita dilahirkan ke dunia ini juga bagian dari prose situ. Semua manusia pasti merasakan namanya bayi, lalu balita, remaja, dewasa lalu tua hingga meninggal. Tentu erat kaitannya juga masalah proses. Bukankah hidup adalah proses untuk lebih baik. Are you agree? Nggak ada orang sukses tanpa proses. Mereka tentu mengalami namanya, gagal. Tapi dengan kegagalan itu, mereka bisa bangkit untuk melangkah lebih baik dan berubah dari keterpurukan, putus asa dan kegalauan.
            So, intinya kita dituntut untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Bukankah manusia itu harus terus berproses untuk menenukan jati dirinya, menempa diri demi perubahan yang lebih baik dan memberikan sesuatu yang baik, serta mengukir kenangan dan sejarah yang baik.
       Peristiwa dalam sehari-hari dalm hidup kita adalah rangkaian proses yang membentuk kepribadian kita. Bagaimana kita menjadikan hari-hari kita lebih baik dan bermakna serta bermanfaat. Dalam setiap peristiwa akan ada hikmah dan ilmu yang dapat diambil untuk terus berposes menjalani kehidupan yang lebih baik dan super. Pepatah mengatakan, ”Pengalaman adalah guru terbaik.”
          "Selagi masih muda, raih kesuksesan. Persiapkan untuk masa depan. Karena impian wajib untuk diraih, bukan hanya ditunggu."
            Semoga kita terus meraih kesuksesan yang pasti akan kita genggam. Berjuanglah, mengejar impian-impian itu. Meski harus jatuh bangumn meraihnya. Tapi, di balik itu akan ada kebahagiaan yang indah dan mungkin kita tak akan mempercayainya. Percayalah pada Allah, yakinlah bahwa kesuksesan itu akan datang menghampirimu, walau sekarang kita harus mati-matian berjuang.
            Semoga bermanfaat dan menginspirasi.
                                                                                                                                                                                                                                                Malang, 14 Maret 2014, pkl. 00.19 wib

Selasa, 11 Maret 2014

Mengenal Diri Kita Siapa


  Manusia. Makhluk ciptaan-Nya paling sempurna, katanya. Sempurna dari mana ya? Kalau dibandingkan dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain, manusia memang mempunyai nilai lebih. Ya, kelebihan itu adalah akal. Bukan begitu?
     Akan tetapi, malah kita nggak tahu bagaimana menggunakan akal kita sesuai dengan porsinya. Are you agree with my statement? Seandainya hewan punya akal, mungkin kita kalah tuh sama hewan. Tapi Allah mempunyai skenario lain, Dia menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi agar nantinya bisa menjaga keseimbangan dan keharmonisan. Bahkan nih, malaikat pun heran kenapa Allah menciptakan manusia. Nanti pasti berbuat kerusakan di dunia, kata malaikat.
      Lalu, eksistensinya diri kita seperti apa sih? Gini, manusia diciptakan dari tanah. Eksistensi tanah tentu benda solid dan menerima segala zat, termasuk cair atau padat bahkan api pun dapat membakarnya. Eh, tapi yang sederhana gini aja. Bukankah Allah menciptakan manusia dan makhluk ciptaan-Nya untuk beribadah? Betul nggak? Lalu, apakah kita sudah beribadah secara totalitas atau masih setengah-setengah?
       Ali bin Abi Thalib pernah berkata,” Jika kamu sekalian ingin mengerti Tuhanmu, maka kenalilah dirimu terlebih dahulu.” So, apa yang dapat kita petik dariperkataan beliau. Kalau kita sudah tahu diri kita sendiri, maka tentu kita akan mengenal siapa zat Pencipta diri kita. Okey? Deal?
      Makanya, eksistensi diri manusia sangat erat kaitannya dalam kehidupan. Bahkan semua tentu tak dapat dipisahkan mengenai permasalahan manusia. Lalu, bagaiman seharusnya yang kita lakukan? Selanjutnya, yang pertama, kenalilah dirimu sendiri. Siapa kamu? Dari mana kamu dilahirkan? Kenapa kamu kok dilahirkan di dunia ini? Lalu setelah meninggal nanti, mau kemana kalian? Tanyakan prtanyaan-pertanyaan itu kepada dirimu.
     Kedua, lakukan tafakur dan muhasabah diri alias introspeksi diri. Lakukan apa yang seharusnya lakukan untuk lebih baik.
     Ketiga, planning your life. Karena hidupa adalah proses, dan proses butuh panning yang matang dan baik. Dengan planning, setidaknya rah tujuan hidup kita jelas dan terarah.
    Then, action. Jangan cuma planning sesaat tanpa adanya implementasi aktif dan cepat. ”Siapa cepat, dia dapat.” Pepatah itu harus selalu dijadikan acuan dalam mengarungi hidup ini.
     Kalau sudah, sekarang waktunya untuk selalu mendekat kepada Allah. Jangan gara-gara semua sudah terlaksana, terus lupa sama Allah. Perbaiki terus diri kita, janagan mudah terpengaruh orang lain. Miliki prinsip hidup yang jelas dan terarah. Bukankah hidup akan tersa lebih indah jika kita berbuat kebaikan. “Khoiru an-naas “anfauhum linnaas.
      Semoga bermanfaat dan menginspirasi.
      Wallohua’lam bishowab.
                                                                                      Malang, 12 Maret 2014, pkl. 11.30 wib